Tedi Yusnanda N: Mutasi di Pangandaran Jangan Karena Dulur, Dekat, atau Duit!
Jayantara-News.com, Pangandaran
Menyikapi isu rencana mutasi kepala dinas di Kabupaten Pangandaran pada September 2025, Direktur Eksekutif Sarasa Institute, Tedi Yusnanda N, menegaskan bahwa mutasi harus berlandaskan kapasitas, kapabilitas, dan kebutuhan organisasi, bukan atas dasar kedekatan pribadi.
“Saya ingin menegaskan, mutasi kepala dinas tidak boleh karena dulur, dekat, atau duit. Itu penyakit lama birokrasi kita yang harus dihentikan. Kita sudah punya landasan hukum jelas melalui merit system sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara dan peraturan turunannya. Prinsipnya, jabatan harus diberikan kepada mereka yang memiliki kompetensi, kinerja, dan integritas, bukan karena hubungan darah, kedekatan politik, atau imbalan tertentu,” ujar Tedi.
Menurut Tedi, praktik mutasi di banyak daerah seringkali melahirkan pejabat yang tidak sesuai dengan dasar keilmuannya.
“Kita lihat fakta-fakta sebelumnya, banyak kepala dinas diangkat tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman teknisnya. Itu mencederai teori merit system. Akibatnya, kebijakan di dinas sering jalan di tempat, program tidak nyambung dengan kebutuhan lapangan, dan akhirnya masyarakat yang jadi korban,” jelasnya.
Situasi keuangan daerah yang saat ini mengalami defisit APBD, kata Tedi, menuntut kejelian lebih dalam menempatkan figur pejabat yang benar-benar mampu menyelesaikan persoalan.
“Dalam kondisi defisit APBD, pilihan kepala dinas itu bukan sekadar formalitas mutasi. Kepala dinas harus figur yang mampu mengelola keterbatasan fiskal, mencari inovasi, dan menjaga integritas. Jangan sampai mutasi ini malah melahirkan ‘raja-raja kecil’ atau kepala dinas yang jadi pengepul pundi-pundi keuangan untuk sesajen balas budi. Itu jalan pintas menuju korupsi,” kritik Tedi tajam.
Ia menambahkan, penting bagi setiap calon kepala dinas diberi tantangan konkret.
“Saya kira akan lebih baik kalau setiap calon kepala dinas diberi tantangan untuk membuat roadmap pemberantasan korupsi di dinasnya masing-masing. Itu akan menjadi test of integrity yang bisa diukur. Kalau dia hanya punya program normatif tanpa solusi nyata, itu tanda bahaya bagi Pangandaran,” tegas Tedi.
Dari sisi filsafat, Tedi mengingatkan bahwa integritas pejabat publik tidak bisa dipisahkan dari etika.
“Etika Aristotelian mengajarkan soal virtue atau kebajikan, bahwa kepemimpinan itu adalah tentang teladan moral dan kemampuan menahan diri dari penyalahgunaan kekuasaan. Kant menekankan imperatif kategoris, bahwa tindakan pejabat harus bisa dijadikan hukum universal, bukan sekadar akal-akalan untuk kepentingan sendiri. Dan dari perspektif modern, teori public ethics menyatakan bahwa pejabat publik adalah pemegang amanah, bukan pemilik kekuasaan. Maka integritas dan etika itu pondasi yang tidak boleh ditawar,” ungkapnya.
Tedi menutup dengan peringatan keras:
“Kalau mutasi hanya jadi ruang transaksional, Pangandaran akan kehilangan arah. Tapi kalau kita benar-benar disiplin pada merit system, menguji integritas, dan menjadikan mutasi sebagai momentum reformasi birokrasi, saya yakin Pangandaran bisa keluar dari krisis defisit APBD dengan kepala tegak.” Pungkasnya. (Tim JN Pusat)