Wacana Penggabungan Kembali POLRI ke TNI, Apakah Merupakan Langkah Tepat?
Jayantara-News.com, Jabar
Wacana penggabungan kembali Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia) ke dalam struktur TNI (Tentara Nasional Indonesia) kembali mencuat. Pertanyaan mengenai apakah Polri harus berada di bawah komando Panglima TNI, memunculkan perdebatan hangat karena memiliki implikasi besar terhadap sistem ketatanegaraan dan keamanan nasional Indonesia.
Sorotan terhadap kinerja Polri dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum menjadi salah satu alasan munculnya wacana ini. Pendukung penggabungan berpendapat, bahwa integrasi Polri ke dalam struktur TNI dapat memperkuat koordinasi dalam menghadapi ancaman keamanan nasional serta meningkatkan kedisiplinan institusi. Namun, kekhawatiran muncul, bahwa langkah ini berpotensi mengaburkan peran dan fungsi kedua institusi, yang sejatinya telah diatur secara berbeda dalam konstitusi dan Undang-Undang.

Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) wilayah Jawa Barat, Agus Chepy Kurniadi, menyatakan pentingnya memahami mandat unik yang dimiliki masing-masing institusi. “TNI bertugas menjaga pertahanan negara dari ancaman luar, sementara Polri berfungsi sebagai pengayom dan penegak hukum di dalam negeri. Jika kedua institusi digabungkan, harus ada mekanisme pembagian tugas yang jelas agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan,” ungkapnya.
Sementara itu, sebagian pihak berpendapat bahwa sistem komando terpadu di bawah Panglima TNI, seperti era Orde Baru, dapat mengembalikan semangat korps dan efisiensi Polri. Namun, argumen ini mendapat kritikan tajam dari aktivis dan pengamat demokrasi. Salah satunya adalah Badru Yaman (Didoe), seorang aktivis dari Jawa Barat, yang menilai penggabungan Polri ke TNI merupakan langkah mundur dari semangat reformasi. “Pemisahan Polri dan TNI adalah tonggak penting dalam transisi demokrasi. Kita seharusnya memperkuat Polri melalui reformasi internal, bukan mengembalikannya ke struktur TNI,” tegasnya.

Secara internasional, banyak negara demokrasi modern memisahkan peran militer dan kepolisian untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dan melindungi hak asasi manusia. Langkah penggabungan ini dapat menimbulkan kritik, terutama terkait prinsip demokrasi dan supremasi sipil.
Di tengah polemik ini, seruan untuk menggelar dialog nasional semakin kuat. Berbagai pihak menilai, solusi terbaik untuk meningkatkan profesionalisme Polri harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip demokrasi dan penghormatan terhadap supremasi sipil. Apakah penggabungan Polri ke dalam TNI adalah langkah tepat atau justru menghadirkan tantangan baru? Isu ini membutuhkan pembahasan mendalam agar tidak melahirkan kebijakan yang kontra-produktif. (Red)