Ketika Etika dan Aturan Terkubur di Pasirhalang: Galian Pemakaman Dekat Rumah Dinas Bupati Bandung Barat Dipertanyakan!
Jayantara-News.com, Bandung Barat
Penggalian lahan seluas 2.800 meter persegi di tepi Jalan Sindangsari, Desa Pasirhalang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, memicu sorotan tajam dari masyarakat. Lokasi yang kabarnya akan dijadikan area pemakaman keluarga ini terletak persis di samping rumah dinas Bupati Bandung Barat, menimbulkan pertanyaan serius mengenai etika penataan ruang dan legalitas penggunaan lahan.
Dari pantauan lapangan, aktivitas penggalian dilakukan secara intensif tanpa ada pemberitahuan resmi kepada Pemerintah Desa. Yang memperkuat kontroversi, lahan tersebut berada di kawasan zona hijau, wilayah yang seharusnya diperuntukkan bagi konservasi lingkungan, bukan untuk pembangunan ataupun alih fungsi.
Kesan pengabaian terhadap tata kelola wilayah semakin menguat setelah muncul informasi bahwa pemilik lahan adalah seorang tokoh penegak hukum. Namun, status jabatan tak seharusnya dijadikan tameng untuk menghindari prosedur administratif yang berlaku.
> “Kami belum menerima informasi resmi, baik tertulis maupun lisan, dari pihak pemilik tanah terkait rencana penggunaan lahan tersebut,” ujar Kepala Desa Pasirhalang saat ditemui di kantor desa. Ia menegaskan, pihaknya hanya mengetahui rencana tersebut dari kabar yang beredar di masyarakat.
Disebut-sebut lahan itu akan dijadikan makam keluarga, tetapi belum ada koordinasi langsung dengan pemerintah desa.
> “Selentingannya seperti itu, tapi belum ada klarifikasi atau pemberitahuan resmi ke desa. Kalau ada komunikasi, tentu kami siap memberikan masukan, seperti opsi tukar guling atau solusi lain,” tambahnya.
Kepala Desa juga mengingatkan pentingnya pemberitahuan resmi kepada pemerintah setempat, mengingat dampak sosial yang mungkin timbul.
> “Apalagi ini berada di kawasan padat penduduk dan berdampingan langsung dengan rumah dinas Bupati. Harus ada kehati-hatian dalam menentukan pemanfaatan lahan,” tegasnya.
Upaya penelusuran terhadap pihak penanggung jawab pun belum membuahkan hasil. Sejumlah staf desa yang dikirim ke lokasi mengaku kesulitan menemui perwakilan atau pemilik lahan. Seorang individu yang mengaku sebagai “anak buah pejabat kabupaten” sempat menyampaikan secara informal bahwa tanah tersebut akan digunakan sebagai makam. Namun, pernyataan itu belum bisa dijadikan dasar hukum maupun administrasi.
Sejumlah warga dan pengamat lokal menyatakan keprihatinan atas minimnya transparansi dalam pengelolaan lahan. Mereka mendesak agar rencana penggunaan tanah ditinjau ulang guna menghindari spekulasi dan keresahan publik.
> “Kalau memang untuk pemakaman, seharusnya ada kejelasan dari awal dan lokasinya tidak menimbulkan polemik. Jangan sampai dalih pemakaman justru menjadi kedok untuk tujuan lain yang tidak jelas,” ujar seorang jurnalis yang juga aktif dalam kontrol sosial di wilayah tersebut.
Kepala Desa Pasirhalang menutup keterangannya dengan menyatakan kesiapan pihaknya untuk memfasilitasi dialog jika pemilik lahan bersedia berkoordinasi.
> “Kami terbuka untuk komunikasi. Jika ada itikad baik untuk menjelaskan langsung, kami siap mencari solusi terbaik. Tapi selama belum ada komunikasi resmi, kami tidak bisa bertindak lebih jauh,” pungkasnya.
Kini, publik menanti langkah tegas dari Pemerintah Kabupaten Bandung Barat untuk menegakkan aturan tata ruang, menjaga kelestarian lingkungan, dan memberikan kepastian atas polemik yang bergulir di balik penggalian zona hijau tersebut. (Nuka)