Dirasa Kian Terpuruk, Pemerhati Budaya Ajak Kaum Milenial Jabar Peduli dan Gaungkan Lagu-lagu Sunda
Jatantara-News.com, Jawa Barat
Lagu-lagu Sunda, yang dikenal dengan keindahan dan kelembutan khasnya, kini kian terpinggirkan di tengah derasnya arus globalisasi dan modernisasi. Berdasarkan hasil survei dan pengamatan di lapangan, musik tradisional ini semakin kehilangan tempat di hati masyarakat, terutama generasi muda. Padahal, suara mendayu suling Sunda yang khas pernah membangkitkan kekaguman, tidak hanya di Nusantara tetapi juga hingga mancanegara.
“Sayangnya, hanya segelintir kaum muda yang peduli untuk melestarikan musik ini. Padahal, alunan musik Sunda begitu menyentuh hati. Kombinasi suara suling yang merdu dan iringan musiknya yang lembut memberikan kenyamanan luar biasa saat didengar,” ungkap Agus Chepy Kurniadi, salah satu pemerhati seni di Jawa Barat.
Agus menyayangkan semakin jarangnya lagu-lagu dari maestro seperti Kang Yayan Jatnika, Kang Yana Kermit, Teh Deti Kurnia, Teh Rita Tila, hingga Kang Darso terdengar di tengah masyarakat. “Kemana lagu-lagu mereka? Semua seperti pudar. Miris!” katanya dengan nada prihatin.
Ia kemudian membandingkan dengan musik tradisional Jawa yang masih cukup diminati oleh kaum muda di Jawa Tengah dan sekitarnya. “Kaum muda Jawa Tengah punya kebanggaan terhadap musik tradisional mereka. Lagu-lagu Jawa kerap diputar dalam berbagai acara atau bahkan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Sementara, generasi muda Sunda cenderung lebih terpikat pada musik modern atau barat,” tambahnya.
Tak hanya kurangnya minat generasi muda, Agus juga menyoroti minimnya dukungan dari sektor swasta. Menurutnya, tempat-tempat seperti kafe, restoran, hotel, hingga pusat perbelanjaan lebih memilih menampilkan musik modern dibandingkan musik tradisional Sunda. “Jarang sekali ada panggung yang diberikan untuk musik tradisional Sunda. Ini jelas turut meminggirkan budaya kita sendiri,” ujarnya.
Sebagai upaya pelestarian, Agus mengajak para seniman, budayawan, dan pelaku seni Sunda untuk bahu-membahu menjaga eksistensi musik tradisional ini. Ia juga menekankan pentingnya peran pemerintah dan para pemangku kebijakan, mulai dari tingkat desa hingga kabupaten/kota.
“Kepala desa, lurah, camat, bahkan pemilik kafe dan hotel seharusnya lebih peduli pada budaya lokal. Mereka bisa menciptakan program atau inisiatif seperti memperkenalkan musik Sunda di tempat nongkrong, acara lokal, atau kegiatan komunitas. Dengan cara ini, musik Sunda tidak hanya bertahan, tetapi juga bisa berkembang,” jelas Agus.

Ia optimis, dengan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha, lagu-lagu Sunda dapat kembali berjaya. “Ini bagian dari identitas kita sebagai masyarakat Sunda. Jangan biarkan warisan leluhur ini luntur dimakan waktu,” pungkasnya penuh harap. (Red)