Kriminalisasi Berbalut Mafia Hukum: Polres Metro Jakpus Diduga Jadi Alat Pemerasan Rp2 Miliar
Jayantara-News.com, Jakarta
Institusi kepolisian kembali tercoreng! Polres Metro Jakarta Pusat, Polda Metro Jaya, diduga kuat telah dijadikan alat untuk melakukan pemerasan terhadap Yusi Ananda oleh seorang pria bernama Edi Wijaya. Modusnya? Menggunakan celah hukum Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP (penipuan dan penggelapan – red) untuk merampok uang Rp 2 miliar!
Yang lebih mengejutkan, Yusi Ananda—Komisaris Utama PT. Prima Mesra Lestari—langsung dijadikan tersangka dan ditahan hanya dalam satu hari setelah pemanggilan sebagai saksi.
Indikasi Kriminalisasi: Polisi Bermain?
Dugaan kriminalisasi ini bermula dari laporan polisi yang dibuat Edi Wijaya (Direktur Utama PT. Prima Mesra Lestari) ke Polres Metro Jakarta Pusat dengan LP/B/2744/XI/2023/SPKT/POLRES METRO JAKPUS/POLDA METRO JAYA, tertanggal 14 November 2023. Ia menuduh Yusi Ananda melakukan penipuan dan penggelapan Rp 2 miliar.
Anehnya, perkara yang seharusnya masuk ranah perdata justru diproses secara pidana. Dugaan mafia hukum semakin kuat ketika Polres Metro Jakarta Pusat mengeluarkan surat perintah penangkapan nomor: SP.Kap/49/II/Res.1.11/2025/Restro Jakpus, tertanggal 22 Februari 2025—untuk seseorang yang sudah lebih dulu ditahan! Apakah ini kekhilafan atau ada skenario gelap di baliknya?
Saat tim media dan kuasa hukum Yusi Ananda, Irjenpol (Purn) Dr. Abdul Gofur, S.H., M.H. dan Brigjenpol (Purn) Drs. Hilman Thayb, M.Si., mencoba menggali informasi dari penyidik AKP Rachmat Basuki, S.H., M.H., NRP 71110043, jawaban yang didapat sangat mencengangkan:
“Izin, mohon maaf Jenderal, kami hanya menjalankan perintah atasan,” ujar AKP Rachmat Basuki.
Pernyataan ini semakin menguatkan dugaan ada permainan tingkat tinggi dalam kasus ini!
Modus Pemerasan Berkedok Hukum
Dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang diterima redaksi, fakta mencengangkan lainnya terungkap:
Edi Wijaya meminta Rp 2 miliar dengan dalih pengembalian uang pembelian lahan. Padahal, uang yang telah diberikannya kepada Yusi Ananda hanya Rp 350 juta.
Dana Rp 1,6 miliar dalam bentuk cheque dititipkan ke penyidik Bripka Eko Haryanto, NRP 79121125.
Pertanyaannya; sejak kapan penyidik kepolisian menerima titipan uang dalam kasus hukum? Apakah ini bagian dari skenario pemerasan yang diskenariokan oleh oknum kepolisian?
Kronologi Bisnis yang Berujung Pengkhianatan
Pada April 2022, Yusi Ananda diperkenalkan dengan Edi Wijaya melalui seorang rekan bernama Wetman Sinaga. Mereka sepakat mendirikan PT. Prima Mesra Lestari dengan kepemilikan saham:
– Yusi Ananda (Komisaris Utama): 30% (Rp 300 juta)
– Edi Wijaya (Direktur Utama): 70% (Rp 700 juta)
Mereka juga membuat perjanjian jual beli lahan 167.000 m² di Desa Krayan Makmur, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur untuk pembangunan Pelabuhan Long Ikis, dengan harga Rp 12,5 miliar.
Namun, Edi Wijaya hanya membayar Rp 350 juta dari kesepakatan Rp 5 miliar. Proyek mandek, namun tiba-tiba ia justru menuduh Yusi Ananda menipunya!
Tiga Pertanyaan Kunci yang Harus Dijawab Kapolri:
1. Apa dasar hukum Edi Wijaya meminta Rp 2 miliar, padahal uangnya hanya Rp 350 juta?
2. Mengapa penyidik Bripka Eko Haryanto menerima titipan cheque Rp 1,6 miliar?
3. Mengapa kasus perdata ini bisa dipaksakan menjadi pidana?
Desakan Publik: Kapolri Harus Bertindak!
Publik kini menanti Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera membersihkan Polres Metro Jakarta Pusat dari oknum yang diduga terlibat mafia hukum.
Jangan biarkan hukum dipermainkan oleh kepentingan bisnis dan permainan uang!
Apakah Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Dr. Susatyo Purnomo Condro, S.H., S.I.K., M.Si., akan diam saja? Atau justru membiarkan institusinya hancur akibat dugaan konspirasi pemerasan ini? Publik menanti jawabannya. (Tim/Red)