Menakar Manfaat Program MBG, Pengamat: Perlukah Dialihkan ke Pendidikan?
Jayantara-News.com, Kota Bandung
Pengamat kebijakan publik, Agus Chepy Kurniadi, menilai bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto merupakan langkah positif dalam merealisasikan janji politiknya. Program ini dirancang untuk mengatasi persoalan gizi, terutama bagi anak-anak dan kelompok rentan. Namun, Agus berpendapat bahwa keberlanjutan program ini perlu dievaluasi, terutama dalam hal efektivitas jangka panjangnya.
> “Program ini baik karena merupakan bagian dari janji politik Presiden. Namun, jika berbicara jangka panjang, akan lebih efektif bila anggarannya dialokasikan untuk pendidikan. Misalnya, dalam bentuk bantuan tunai langsung ke rekening siswa. Sebab, apa artinya makan gratis jika masih banyak anak yang putus sekolah?” ujar Agus Chepy.
Pernyataan ini sejalan dengan Pasal 31 Ayat (1) UUD 1945, yang menegaskan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.” Lebih lanjut, Ayat (2) dalam pasal yang sama menyatakan bahwa “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Dengan demikian, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan bahwa seluruh rakyat Indonesia dapat mengakses pendidikan tanpa hambatan finansial.
Menurut Agus, program MBG dapat tetap berjalan sebagai langkah awal, tetapi idealnya hanya diterapkan dalam satu tahun pertama. Selanjutnya, anggaran yang besar tersebut dapat dialihkan untuk membiayai pendidikan gratis bagi siswa SD, SMP, dan SMA, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Anggaran Fantastis dan Tantangan Keuangan Negara
Pemerintah telah mengalokasikan Rp71 triliun untuk program MBG pada tahun 2025, dengan target 19,47 juta penerima manfaat, termasuk siswa sekolah dasar, anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui. Setiap porsi makanan awalnya direncanakan senilai Rp15.000, namun kemudian disesuaikan menjadi Rp10.000 per porsi.
Tak hanya itu, pemerintah juga berencana menambah anggaran sebesar Rp100 triliun, sehingga total anggaran program ini akan mencapai Rp171 triliun. Dengan penambahan ini, cakupan penerima manfaat ditargetkan meningkat menjadi 40 juta orang pada pertengahan 2025 dan mencapai 83 juta penerima manfaat pada akhir tahun tersebut.
Namun, besarnya anggaran yang dialokasikan menimbulkan pertanyaan: apakah akan lebih bijak jika dana ini digunakan untuk membangun sistem pendidikan gratis yang lebih kuat?
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 Ayat (1) menyebutkan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.” Selain itu, dalam Pasal 34 Ayat (2), ditegaskan bahwa “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.”
Agus menilai bahwa jika program pendidikan gratis hingga tingkat SMA atau bahkan perguruan tinggi dapat diwujudkan, maka dampaknya akan jauh lebih besar dibandingkan dengan program makan gratis yang hanya bersifat sementara.
Evaluasi Keberlanjutan Program
Meskipun program MBG memiliki tujuan baik, ada pertanyaan mendasar: apakah penggunaan anggaran sebesar itu lebih efektif bila dialihkan ke sektor pendidikan? Pasalnya, pendidikan yang berkualitas akan menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul, yang pada akhirnya dapat mengentaskan kemiskinan dan pengangguran.
Agus Chepy memberikan refleksi sejarah, mengapa Indonesia pernah terjajah selama 350 tahun oleh Belanda.
> “Karena masyarakat kita dulu minim pendidikan. Hanya golongan tertentu yang bisa mengenyam sekolah, sehingga rakyat mudah dibodohi, didoktrin, dan ditipu. Sayangnya, kondisi serupa masih terjadi di masa kini. Banyak masyarakat yang kesulitan mendapatkan pendidikan layak, sehingga pengangguran dan kemiskinan terus menjadi masalah utama.”
Hal ini juga diperkuat oleh Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, yang menekankan bahwa pendidikan harus menjadi prioritas utama dalam membangun bangsa yang berdaya saing tinggi.
> “Jika pendidikan gratis bisa diwujudkan, saya yakin Indonesia akan menjadi bangsa yang lebih makmur. Pengangguran akan berkurang, kemiskinan bisa ditekan, dan daya saing kita akan meningkat secara global. Sebab, pendidikan adalah soko guru pembangunan bangsa,” ujarnya.
Agus pun mengapresiasi upaya Presiden Prabowo Subianto dalam memangkas anggaran demi efisiensi. Namun, ia berharap pemerintah juga mempertimbangkan untuk segera merealisasikan pendidikan gratis bagi seluruh jenjang, dari SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi, agar generasi penerus bangsa memiliki masa depan yang lebih cerah.
Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang
Melalui konstitusi dan undang-undang yang berlaku, jelas bahwa pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara. Sementara program MBG mungkin dapat memberikan manfaat jangka pendek, pembangunan bangsa dalam jangka panjang hanya dapat dicapai melalui pendidikan yang merata dan berkualitas.
Jika Pasal 31 UUD 1945, UU Nomor 20 Tahun 2003, dan Perpres 87 Tahun 2017 dijadikan dasar kebijakan, maka sudah sepatutnya negara lebih mengutamakan pendidikan sebagai investasi utama. Sebab, seperti yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara, “Pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.”

Dengan demikian, sudah waktunya bagi pemerintah untuk mempertimbangkan alokasi anggaran yang lebih besar untuk pendidikan, agar Indonesia tidak hanya maju secara ekonomi, tetapi juga memiliki masyarakat yang berpendidikan tinggi dan mampu bersaing di kancah global. (Red)